RSS

Nadiku Dalam Kesempurnaannya



Katanya hidup ini adalah belajar. Tentang apapun itu, kita harus banyak belajar.  Terkadang banyak hal yang diinginkan tapi pada kenyataannya tak sesuai dengan yang diharapkan. Itu mengajarkan tentang bagaimana mengikhlaskan sesuatu dalam hidup. Ketika hidup serba kekurangan, itu mengajarkan kita untuk terus bersyukur. Ketika hati terluka karena kata-kata yang kasar, maka disana kita belajar bagaimana memaafkan kesalahan orang lain. Belajar buat legowo. Belajar untuk terus bersabar. Belajar untuk mencintai secara perlahan-lahan. Belajar untuk tidak sombong. Ataupun belajar dengan giat biar pinter.  Yah, begitu banyak yang harus dipelajari dari hidup ini.

Namanya Nadi. Aku belajar begitu banyak darinya. Belajar tentang kasih sayang. Belajar tentang bagaimana mencintai dan dicintai. Belajar tentang kesetiaan. Belajar dari kesalahanku dulu. Ya, dulu. Kejadian satu tahun silam.  
Awalnya semua baik-baik saja. Kami pacaran jarak jauh atau yang disebut juga LDR. Aku di Bengkulu dan dia di Jogja. Pahit manis nya LDR telah banyak kami lewati. kami melepas rindu hanya pada saat liburan. Di kampung rumah kami tidak begitu jauh. Sekitar 200 meter dari rumahku, maka sampailah di rumah Nadi. Kami tinggal di daerah Muko-Muko.
Tak terasa hubungan kami waktu itu nyaris satu tahun. Cukup lama bukan? Tentu saja, itu menurut aku. Dikarenakan biasanya paling banter aku pacaran sama orang Cuma berkisar antara satu minggu sampai sekitaran tiga bulan. Tiga bulan itu udah paling lama banget. Tapi waktu aku sama Nadi udah hampir satu tahun. Lebih tepatnya sebelas  bulan lebih tiga minggu. Dia memecah rekor pacaran paling lama denganku.
Waktu itu aku baru saja lulus dari SMA dan melanjutkan studyku kesalah satu Universitas ternama dan terkenal. Satu-satunya Universitas yang rasanya paling keren. Ya. paling keren, tapi hanya di kotaku. Aku mengambil jurusan pendidikan Fisika. Sebenarnya aku tidak begitu menyukai fisika, namun aku ingin mewujudkan keinginan Ayahku untuk menjadi seorang guru. Guru Fisika. Dulu Ayah ingin sekali kuliah mengambil jurusan fisika. Tapi orang tua Ayah tidak mampu menyekolahkan Ayah hingga ke perguruan tinggi. Hingga akhirnya akulah yang mencapaikan cita-cita itu. karena jika bukan aku, siapa lagi?. Aku anak tertua dari Ayah. Aku memang memiliki tiga saudara. Satu orang saudara laki-laki dan dua orang perempuan. Aku dan kakakku hanyalah saudara seibu. Kakak ku tidak mau melanjutkan study nya. Dia lebih memilih bekerja.
Kata Ayah anak perempuan itu lebih cocoknya menjadi seorang pendidik atau berkecimpung di dunia kesehatan. Aku menurut saja. Padahal aku ingin sekali kuliah jurusan hubungan internasional di luar kota. Atau mengambil jurusan perpajakan di Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Negara. Namun cita-citaku tinggalah sebuah cita-cita. Aku menguburnya dalam-dalam. Mungkin di lain waktu aku bisa mewujudkannya. Aku hanya ingin menjadi anak yang berbakti. Aku hanya ingin mewujudkan keinginan Ayahku. Keinginan yang begitu sederhana. Melihatku menjadi sarjana dan menjadi seorang Guru Fisika di kampungku. Ah, Ayah. Aku sangat menyayangimu.  
Gara-gara masuk jurusan fisika akhirnya aku jatuh hati pada seorang kakak tingkatku. Nama nya Ishadi Dwi Cahyo. Dia satu tahun diatasku. Aku kerap memanggilnya Kak Yoyo. Pertemuan di kampus membuat perasaan cinta mulai tumbuh. Bagaimana mungkin bisa? Lalu bagaimana dengan Nadi yang berada nun jauh sana dan tak tau apa-apa tentang hal ini.
Waktu terus berjalan. Aku mulai terlena dengan perasaan ini. Aku mulai ragu dan bimbang. Kak Yoyo menyatakan perasaannya padaku. Aku bingung harus memilih siapa. Banyak hal yang aku pertimbangkan waktu itu. Hingga pada akhirnya aku memutuskan untuk memilih Kak Yoyo. Dengan alasan dia dekat denganku. Kapanpun aku membutuhkannya dia akan slalu ada untukku. Alasan utamanya yang terpenting dia adalah kakak tingkatku dan dia lebih tua dariku. Setidaknya dia lebih dewasa. Lain halnya dengan Nadi. Dia jauh di Jogja dan umurnya juga lebih muda dariku. Dia adik tinggkatku. Saat itu dia masih duduk manis di SMA.
Nadi tidak terima dengan keputusanku waktu itu. awalnya dia memang menyatakan rela. Dia bergonta ganti pacar. Tapi perasaan tetap tidak bisa dibohongi. Dia terus menghubungiku. Perasaannya hancur, aku telah menyakiti hatinya. Dia sampai mengajak Kak Yoyo berantem. Dia ngotot ingin pulang dan bertemu denganku.  Aku benar-benar khawatir, tapi untunglah hal itu tidak terjadi. Nadi jatuh sakit. aku menjadi merasa bersalah. Merasa benar-benar bersalah.
Saat  itu mbak yulis, kakak perempuannya Nadi menikah. Jadi dia akhirnya pulang ke Bengkulu. Dia menemuiku. Kata-kata yang dia ucapkan hari itu masih terus kuingat hingga saat ini.
“Demi Allah aa’ sayang sama neng, aa’ bakal tungguin neng putus sama dia. Sampai kapanpun”.
Matanya berkaca-kaca. aku tidak menyangka masalahnya menjadi semakin rumit begini. Aku tidak tahan melihatnya menangis di depanku. Padahal sebelumnya belum pernah ada laki-laki yang menangis gara-gara aku. Entah memang ada dan aku nya yang tidak tau atau memang tidak ada sama sekali. Aku pun akhirnya ikut menangis. aku sesegukan. Bagaimana mungkin aku menyakiti seseorang yang begitu menyayangiku hanya gara-gara jarak yang jauh dan karena umur. Kalo boleh jujur, Sejujurnya aku masih sangat menyayangi Nadi. Masalah rasanya bergelayutan dipundakku. Rasanya semakin hari menjadi semakin berat saja. Aku menjadi tidak konsen belajar. Tiap hari hanya habis untuk menggalau. Ah, cinta. Kamu benar-benar gila.
Dua bulan berlalu. Hari yang seharusnya aku rayakan bersama Nadi untuk tahun pertama terlewati dengan kondisi yang menyedihkan. Seharusnya aku dan Nadi menyambutnya dengan suka cita. Tapi aku malah merusak hari itu. aku masih bersama kak yoyo. Nadi pun masih terus mengejarku. Hingga dia mengatakan kalo dia rela diduain. Aku semakin merasa bersalah. Aku bingung harus bagaimana. Di satu sisi kak yoyo pun menyayangiku. Mereka sama-sama sayang sama aku. Tapi aku menyakiti mereka. Tidak hanya Nadi tapi Kak Yoyo juga.
Masalah aku sama Nadi terdengar sampai ke telinga mamah. Mamah langsung marah-marah sama aku. Kata mamah kalo aku ketauan pacaran di Bengkulu aku di jemput. Disuruh pulang. Gak usah kuliah lagi. Jelas saja mamah marah. Mamah udah deket banget sama Nadi. Mamah udah anggap Nadi kayak anak sendiri. Aku jadi makin sedih. Masalahnya jadi semakin larut saja.
Rasanya aku ingin mengakhiri semua masalah waktu itu. Aku gak mau ngecewain Ayah Karena gara-gara masalah itu aku gak konsen belajar. Aku menceritakan semuanya sama Kak Yoyo dan aku pun bersiap menerima semua resiko yang terjadi apapun itu. Aku harus bertanggung jawab atas perbuatanku. Kak yoyo pun menerima semuanya. Ah, aku pun lega. Tapi tetap saja aku salah. Aku pun minta maaf pada Kak Yoyo. Aku juga minta maaf sama Nadi. Kata maaf yang teruntai keluar dari bibirku kepada Nadi sudah tak terhitung lagi. Namun tetap saja rasanya kata maaf tak cukup untuk memulihkan hati nya. Aku benar-benar menyesal. Seharusnya aku tidak melakukan hal itu pada nya. Tidak seharusnya aku meragukan cintanya karena jarak yang jauh dan umurnya lebih muda dariku. Toh, dia di sana juga untuk menuntut ilmu demi masa depannya.  Akhirnya, aku balikan lagi sama Nadi. Dia sangat senang, karena Sang Putri yang ia puja telah kembali. Sang putri yang telah menghancurkan hatinya kembali padanya lagi.
Nadi tetap menjadikanku istimewa. Sama seperti sebelum kejadian itu terjadi. Dia sama sekali tidak berubah. Dia tetep sayang sama aku. Dia masih terus menelpon aku disela-sela kesibukannya. Dia masih terus memperhatikan aku. Dia pun tidak menyinggung kejadian itu lagi. Dia tetap menjadi dirinya. Dia yang rela meminjamkan dan mencari pinjaman kesana kemari, hanya demi aku saat aku sedang kesusahan. Dia yang rela pergi ke Bandung untuk nemuin aku. Hingga nyasar dan pada akhirnya tidak ketemu sama aku. Dia yang selalu memberiku kejutan-kejutan. Dia yang selalu mendengarkan semua cerita-cerita membosankan aku. Dia yang menghiburku disetiap aku sedih. Dia yang selalu ada untukku meskipun dia jauh. Diaa, diaa, bla bla bla. Masih banyak lagi. Ah, Nadi.
Katanya yang telah terjadi biarlah berlalu, jadikan itu sebagai pengalaman berharga. Belajarlah dari pengalaman. Belajarlah untuk mencintai dengan tulus. Setiap kejadian selalu ada hikmahnya. Katanya, Gara-gara kejadian itu aku jadi semakin sayang sama dia. Satu tekadku dalam hati. Aku berjanji untuk selalu menyayanginya. Sebagaimana dia menyayangiku. Bahkan mungkin akan lebih dari itu.

“sayang, neng janji gak akan sia-siain aa’ lagi, neng benar-benar menyesal atas kejadian waktu itu. maaf sayang, seharusnya neng gak pernah ngeraguin cinta aa’. Maaf karena neng udah nyakitin hati hati aa’. Maaf karena neng menjadi begitu nyebelin. Dan terima kasih udah ngajarin neng banyak hal. Terima kasih udah nerima neng apa adanya. Neng sayang banget sama aa’. Akan selalu sayang, dan akan selalu begitu”.
            

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

6 comments:

Niken Kusumowardhani said...

Nadi itu walau usianya lebih muda, tapi sikapnya dewasa juga ya. Memberi maaf dan melupakan kesalahan Novi, bahkan kemudian lebih memperhatikan Novi. Kayak cerita di film-film aja nih kisahnya. :D

Terima kasih ya Novi, tercatat sebagai peserta.

Unknown said...

hehee,, iyaa bundaa..
dia mah emang baik banget,,
jadi ngerasa beruntung udah kenal dia,, :D

makasih bunda atas kesempatannya, novi bisa ikut berpartisipasi.. :)

Budhi Insan said...

Belajarlah dari pengalaman. Belajarlah untuk mencintai dengan tulus..
Setuju dengan sebaris kalimat itu

Unknown said...

iyaa,, makasih udah mampir ke blog aku :)

Unknown said...

datang berkunjung...

ceritanya dramatis banget yak. aku juga pernah ngalamin seperti yang Nadi alami, walau sampai sekarangpun, kami gak pernah pacaran. aku cuma jadi teman baiknya saja. kata orang, cinta tak harus memiliki bukan?

salut buat nadi...

Unknown said...

terima kasih sudah berkunjung :)

hehe,, iya. salut buat nadi. bagaimanapun juga dulu aku pernah salah sama dia.masalah cinta tidak harus memiliki menurut aku gak kayak gitu. yang nama nya cinta harus memiliki. kalo cinta ya harus dipertahankan. kalo gak, ntar keburu di ambil orang. :)

Post a Comment