Katanya
hidup ini adalah belajar. Tentang apapun itu, kita harus banyak belajar. Terkadang banyak hal yang diinginkan tapi pada
kenyataannya tak sesuai dengan yang diharapkan. Itu mengajarkan tentang
bagaimana mengikhlaskan sesuatu dalam hidup. Ketika hidup serba kekurangan, itu
mengajarkan kita untuk terus bersyukur. Ketika hati terluka karena kata-kata
yang kasar, maka disana kita belajar bagaimana memaafkan kesalahan orang lain. Belajar
buat legowo. Belajar untuk terus bersabar. Belajar untuk mencintai secara
perlahan-lahan. Belajar untuk tidak sombong. Ataupun belajar dengan giat biar
pinter. Yah, begitu banyak yang harus
dipelajari dari hidup ini.
Namanya
Nadi. Aku belajar begitu banyak darinya. Belajar tentang kasih sayang. Belajar tentang
bagaimana mencintai dan dicintai. Belajar tentang kesetiaan. Belajar dari
kesalahanku dulu. Ya, dulu. Kejadian satu tahun silam.
Awalnya
semua baik-baik saja. Kami pacaran jarak jauh atau yang disebut juga LDR. Aku di
Bengkulu dan dia di Jogja. Pahit manis nya LDR telah banyak kami lewati. kami melepas
rindu hanya pada saat liburan. Di kampung rumah kami tidak begitu jauh. Sekitar
200 meter dari rumahku, maka sampailah di rumah Nadi. Kami tinggal di daerah
Muko-Muko.
Tak
terasa hubungan kami waktu itu nyaris satu tahun. Cukup lama bukan? Tentu saja,
itu menurut aku. Dikarenakan biasanya paling banter aku pacaran sama orang Cuma
berkisar antara satu minggu sampai sekitaran tiga bulan. Tiga bulan itu udah
paling lama banget. Tapi waktu aku sama Nadi udah hampir satu tahun. Lebih tepatnya
sebelas bulan lebih tiga minggu. Dia memecah
rekor pacaran paling lama denganku.
Waktu itu
aku baru saja lulus dari SMA dan melanjutkan studyku kesalah satu Universitas
ternama dan terkenal. Satu-satunya Universitas yang rasanya paling keren. Ya. paling
keren, tapi hanya di kotaku. Aku mengambil jurusan pendidikan Fisika. Sebenarnya
aku tidak begitu menyukai fisika, namun aku ingin mewujudkan keinginan Ayahku
untuk menjadi seorang guru. Guru Fisika. Dulu Ayah ingin sekali kuliah
mengambil jurusan fisika. Tapi orang tua Ayah tidak mampu menyekolahkan Ayah hingga
ke perguruan tinggi. Hingga akhirnya akulah yang mencapaikan cita-cita itu.
karena jika bukan aku, siapa lagi?. Aku anak tertua dari Ayah. Aku memang
memiliki tiga saudara. Satu orang saudara laki-laki dan dua orang perempuan. Aku
dan kakakku hanyalah saudara seibu. Kakak ku tidak mau melanjutkan study nya. Dia
lebih memilih bekerja.
Kata Ayah
anak perempuan itu lebih cocoknya menjadi seorang pendidik atau berkecimpung di
dunia kesehatan. Aku menurut saja. Padahal aku ingin sekali kuliah jurusan
hubungan internasional di luar kota. Atau mengambil jurusan perpajakan di
Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Negara. Namun cita-citaku tinggalah sebuah
cita-cita. Aku menguburnya dalam-dalam. Mungkin di lain waktu aku bisa mewujudkannya.
Aku hanya ingin menjadi anak yang berbakti. Aku hanya ingin mewujudkan
keinginan Ayahku. Keinginan yang begitu sederhana. Melihatku menjadi sarjana
dan menjadi seorang Guru Fisika di kampungku. Ah, Ayah. Aku sangat
menyayangimu.
Gara-gara
masuk jurusan fisika akhirnya aku jatuh hati pada seorang kakak tingkatku. Nama
nya Ishadi Dwi Cahyo. Dia satu tahun diatasku. Aku kerap memanggilnya Kak Yoyo.
Pertemuan di kampus membuat perasaan cinta mulai tumbuh. Bagaimana mungkin
bisa? Lalu bagaimana dengan Nadi yang berada nun jauh sana dan tak tau apa-apa tentang
hal ini.
Waktu terus
berjalan. Aku mulai terlena dengan perasaan ini. Aku mulai ragu dan bimbang. Kak
Yoyo menyatakan perasaannya padaku. Aku bingung harus memilih siapa. Banyak hal
yang aku pertimbangkan waktu itu. Hingga pada akhirnya aku memutuskan untuk memilih
Kak Yoyo. Dengan alasan dia dekat denganku. Kapanpun aku membutuhkannya dia
akan slalu ada untukku. Alasan utamanya yang terpenting dia adalah kakak
tingkatku dan dia lebih tua dariku. Setidaknya dia lebih dewasa. Lain halnya dengan
Nadi. Dia jauh di Jogja dan umurnya juga lebih muda dariku. Dia adik
tinggkatku. Saat itu dia masih duduk manis di SMA.
Nadi tidak
terima dengan keputusanku waktu itu. awalnya dia memang menyatakan rela. Dia bergonta
ganti pacar. Tapi perasaan tetap tidak bisa dibohongi. Dia terus menghubungiku.
Perasaannya hancur, aku telah menyakiti hatinya. Dia sampai mengajak Kak Yoyo berantem.
Dia ngotot ingin pulang dan bertemu denganku. Aku benar-benar khawatir, tapi untunglah hal
itu tidak terjadi. Nadi jatuh sakit. aku menjadi merasa bersalah. Merasa benar-benar
bersalah.
Saat itu mbak yulis, kakak perempuannya Nadi menikah.
Jadi dia akhirnya pulang ke Bengkulu. Dia menemuiku. Kata-kata yang dia ucapkan
hari itu masih terus kuingat hingga saat ini.
“Demi Allah aa’ sayang sama neng, aa’ bakal
tungguin neng putus sama dia. Sampai kapanpun”.
Matanya
berkaca-kaca. aku tidak menyangka masalahnya menjadi semakin rumit begini. Aku tidak
tahan melihatnya menangis di depanku. Padahal sebelumnya belum pernah ada laki-laki
yang menangis gara-gara aku. Entah memang ada dan aku nya yang tidak tau atau
memang tidak ada sama sekali. Aku pun akhirnya ikut menangis. aku sesegukan. Bagaimana
mungkin aku menyakiti seseorang yang begitu menyayangiku hanya gara-gara jarak
yang jauh dan karena umur. Kalo boleh jujur, Sejujurnya aku masih sangat
menyayangi Nadi. Masalah rasanya bergelayutan dipundakku. Rasanya semakin hari
menjadi semakin berat saja. Aku menjadi tidak konsen belajar. Tiap hari hanya
habis untuk menggalau. Ah, cinta. Kamu benar-benar gila.
Dua bulan
berlalu. Hari yang seharusnya aku rayakan bersama Nadi untuk tahun pertama
terlewati dengan kondisi yang menyedihkan. Seharusnya aku dan Nadi menyambutnya
dengan suka cita. Tapi aku malah merusak hari itu. aku masih bersama kak yoyo. Nadi
pun masih terus mengejarku. Hingga dia mengatakan kalo dia rela diduain. Aku semakin
merasa bersalah. Aku bingung harus bagaimana. Di satu sisi kak yoyo pun
menyayangiku. Mereka sama-sama sayang sama aku. Tapi aku menyakiti mereka. Tidak
hanya Nadi tapi Kak Yoyo juga.
Masalah
aku sama Nadi terdengar sampai ke telinga mamah. Mamah langsung marah-marah
sama aku. Kata mamah kalo aku ketauan pacaran di Bengkulu aku di jemput. Disuruh
pulang. Gak usah kuliah lagi. Jelas saja mamah marah. Mamah udah deket banget
sama Nadi. Mamah udah anggap Nadi kayak anak sendiri. Aku jadi makin sedih. Masalahnya
jadi semakin larut saja.
Rasanya
aku ingin mengakhiri semua masalah waktu itu. Aku gak mau ngecewain Ayah Karena
gara-gara masalah itu aku gak konsen belajar. Aku menceritakan semuanya sama Kak
Yoyo dan aku pun bersiap menerima semua resiko yang terjadi apapun itu. Aku
harus bertanggung jawab atas perbuatanku. Kak yoyo pun menerima semuanya. Ah,
aku pun lega. Tapi tetap saja aku salah. Aku pun minta maaf pada Kak Yoyo. Aku
juga minta maaf sama Nadi. Kata maaf yang teruntai keluar dari bibirku kepada Nadi
sudah tak terhitung lagi. Namun tetap saja rasanya kata maaf tak cukup untuk
memulihkan hati nya. Aku benar-benar menyesal. Seharusnya aku tidak melakukan
hal itu pada nya. Tidak seharusnya aku meragukan cintanya karena jarak yang
jauh dan umurnya lebih muda dariku. Toh, dia di sana juga untuk menuntut ilmu
demi masa depannya. Akhirnya, aku balikan
lagi sama Nadi. Dia sangat senang, karena Sang Putri yang ia puja telah
kembali. Sang putri yang telah menghancurkan hatinya kembali padanya lagi.
Nadi
tetap menjadikanku istimewa. Sama seperti sebelum kejadian itu terjadi. Dia sama
sekali tidak berubah. Dia tetep sayang sama aku. Dia masih terus menelpon aku
disela-sela kesibukannya. Dia masih terus memperhatikan aku. Dia pun tidak
menyinggung kejadian itu lagi. Dia tetap menjadi dirinya. Dia yang rela
meminjamkan dan mencari pinjaman kesana kemari, hanya demi aku saat aku sedang kesusahan.
Dia yang rela pergi ke Bandung untuk nemuin aku. Hingga nyasar dan pada
akhirnya tidak ketemu sama aku. Dia yang selalu memberiku kejutan-kejutan. Dia yang
selalu mendengarkan semua cerita-cerita membosankan aku. Dia yang menghiburku
disetiap aku sedih. Dia yang selalu ada untukku meskipun dia jauh. Diaa, diaa,
bla bla bla. Masih banyak lagi. Ah, Nadi.
Katanya
yang telah terjadi biarlah berlalu, jadikan itu sebagai pengalaman berharga. Belajarlah
dari pengalaman. Belajarlah untuk mencintai dengan tulus. Setiap kejadian
selalu ada hikmahnya. Katanya, Gara-gara kejadian itu aku jadi semakin sayang
sama dia. Satu tekadku dalam hati. Aku berjanji untuk selalu menyayanginya. Sebagaimana
dia menyayangiku. Bahkan mungkin akan lebih dari itu.
“sayang, neng janji gak akan sia-siain aa’
lagi, neng benar-benar menyesal atas kejadian waktu itu. maaf sayang,
seharusnya neng gak pernah ngeraguin cinta aa’. Maaf karena neng udah nyakitin
hati hati aa’. Maaf karena neng menjadi begitu nyebelin. Dan terima kasih udah
ngajarin neng banyak hal. Terima kasih udah nerima neng apa adanya. Neng sayang
banget sama aa’. Akan selalu sayang, dan akan selalu begitu”.
6 comments:
Nadi itu walau usianya lebih muda, tapi sikapnya dewasa juga ya. Memberi maaf dan melupakan kesalahan Novi, bahkan kemudian lebih memperhatikan Novi. Kayak cerita di film-film aja nih kisahnya. :D
Terima kasih ya Novi, tercatat sebagai peserta.
hehee,, iyaa bundaa..
dia mah emang baik banget,,
jadi ngerasa beruntung udah kenal dia,, :D
makasih bunda atas kesempatannya, novi bisa ikut berpartisipasi.. :)
Belajarlah dari pengalaman. Belajarlah untuk mencintai dengan tulus..
Setuju dengan sebaris kalimat itu
iyaa,, makasih udah mampir ke blog aku :)
datang berkunjung...
ceritanya dramatis banget yak. aku juga pernah ngalamin seperti yang Nadi alami, walau sampai sekarangpun, kami gak pernah pacaran. aku cuma jadi teman baiknya saja. kata orang, cinta tak harus memiliki bukan?
salut buat nadi...
terima kasih sudah berkunjung :)
hehe,, iya. salut buat nadi. bagaimanapun juga dulu aku pernah salah sama dia.masalah cinta tidak harus memiliki menurut aku gak kayak gitu. yang nama nya cinta harus memiliki. kalo cinta ya harus dipertahankan. kalo gak, ntar keburu di ambil orang. :)
Post a Comment