RSS

KENANGAN



Matahari mulai menampakkan senyumnya di ufuk timur. Bergerak malu-malu. Angin berhembus sepoi-sepoi. Sang embun mulai menghilang. Malu untuk bertemu Sang Mentari. Sedangkan daun-daun besorak-sorak riang. Burung-burung pun sibuk menari-nari dan bernyanyi.
Via masih terlelap dalam tidurnya. Tiba-tiba nada alarm berdering kencang. Via tersentak. Dengan keadaan mata yang masih terpejam, Via meraba-raba weker yang ada di dekatnya, menekan sembarang tombol agar alarm berhenti berdering. Ia berhasil. Tak ada suara lagi. Hening. Bahkan suara desir angin pun terdengar. Tak lama kemudian alarm berbunyi kembali. Dan Via masih melakukan hal yang sama dengan sebelumnya. Meraih jam alarmnya, kemudian menekan sembarang tombol pada jam alarm agar  tidak membuat tidurnya terganggu. Berulang-ulang. Begitulah setiap pagi. Via larut dibuai oleh mimpi yang seringkali ketika terbangun ia tak mengingatnya sama sekali.
“Tok.. tok..tok”
Via, bangun” terdengar suara Mamanya memanggil.
Via diam saja. Ia masih larut dalam mimpinya.
“Tok..tok..tok.. Via, lekaslah bangun.
Suara terdengar makin keras

“Masih ngantuk  Ma” sahut Via dengan nada kesal dan kondisi mata yang masih terpejam.
“Cepat bangun, sekarang udah jam 7. Nanti terlambat, bukankah hari ini Via belajar Matematika”.
“Hah, jam 7..!!”
Via langsung buru-buru bangun dari tidurnya bergegas menuju kamar mandi dan bersiap-siap menuju sekolah.
“Via sarapan dulu, mama udah masak makanan kesukaan Via” terdengar teriakan suara mamanya dari dapur.
“Nanti sajalah Ma, Via telat, sarapannya dikantin aja” jawab Via.
“Kan Mama udah sering bilang, tidur jangan larut malam. Tuh kan akibatnya kalo gak dengar omongan mama”.
“Ah, Mama ni.. ngomel terus” jawab nya sambil bergegas pergi.
Begitulah Via. Sikapnya tidak berubah, dari dulu hingga kini ia duduk dikelas X11 SMA. Semua keinginannya harus terpenuhi.  Ia tak pernah mendengar nasehat Mamanya dan tidak menggubris sama sekali. Namun Mamanya tetap sabar menghadapi Via. Tanpa ia sadari itulah hari yang mengubah semuanya menjadi berbeda.
***
Jam pertama adalah belajar Matematika. Bagi Via Matematika adalah pelajaran yang menyebalkan. Membuat kepalanya berdenyut dan membuat pandangannya kabur, hal yang dilihatnya dari matematika hanyalah tumpukan angka-angka yang berbaris dan berderet yang tidak ia pahami. Bukan pelajaran metematika namanya kalo tidak mati-matian mengerjakannya. Nilainya tak pernah bagus, dan seandainya ia bisa kabur dari matematika maka ia akan memilih hal tersebut dibandingkan terus belajar. Ia mulai asik dalam lamunannya dan tidak memperhatikan proses belajar.
Tengggg...tengg.. tenggg..!!!!!!!
Terdengar suara bel tanda ganti pelajaran.
Hmm,, senang nya Matematika hari ini telah berlalu” gumamnya.
“Via, kamu dipanggil Kepala Sekolah” kata Penjaga Sekolah.
Oh, iya,, Via segera kesana”.
Dalam perjalanan menuju ruang Kepala Sekolah Via bertanya-tanya dalam hati ada apakah gerangan hingga ia dipanggil. Apakah ia telah berbuat suatu kesalahan, atau melakukan suatu hal yang menyebabkan Kepala Sekolah marah. Ia terus berfikir hingga tanpa ia sadari ia telah sampai di ruang Kepala Sekolah.
“Papa, kok Papa ada disini” kata Via.
Papa hanya memandang Via tanpa menjawab pertanyaannya.
 “Via, hari ini kamu boleh pulang” kata Bapak Kepala Sekolah.
Sepanjang perjalanan tak ada percakapan. Hanya dari pandangan mata Papanya lah Via mengetahui ada sesuatu yang telah terjadi. Ia baru mengetahui tujuan mereka pergi setelah sampai di depan sebuah Rumah Sakit. “Papa, mengapa kita kesini”, kata Via.
“Mama masuk rumah sakit, terkena serangan jantung”, sahut Papanya pelan dan tertunduk sedih.
Tiga jam berlalu. Belum ada perubahan. Papa Via modar mandir di depan ruangan di tempat Mamanya dirawat. Terlihat begitu gelisah. Berharap istri tercintanya terbangun. Namun mata Mama Via tetap terpejam. Jantungnya berdetak lemah, lemah dan semakin lemah. Papa Via panik dan berteriak memanggil Dokter.
“Dokter, tolong istri saya Dok. Tolong Dok”.
Dokter lalu memeriksa Mama Via. Setelah selesai Dokter terdiam kemudian menggeleng. Suasana berubah. Via mulai berkaca-kaca. Via mulai menangis terisak.
 “Mama.. bangun Maa..!!!”.
“Jangan tinggalkan Via sendiri, maafkan Via Ma. Yang tidak pernah mendengar nasehat Mama. Kemana lagi Via cerita kalo bukan sama Mama, Mama ingatkan waktu Via cerita pengen jadi pemberani seperti Polwan yang kita temui waktu di Mall itu? Mama juga masih ingat kan cerita Via, kalo Via pengen jadi Artis seperti Syahrini yang terkenal. Mama juga masih ingat kan cerita Via tentang betapa inginnya Via menjadi seorang Pramugari. Ingat kan Ma??
Mama tau, ada hal yang belum Via ceritakan sama Mama. Mama masih mau kan mendengar cerita Via. Sekarang Via tidak ingin menjadi Polwan, menjadi Artis ataupun menjadi Pramugari. Via ingin menjadi seperti Mama. Mama adalah Mama terbaik yang pernah ada. Istri terbaik untuk Papa. Anak tersolehah bagi Kakek dan Nenek. Dan sahabat terbaik untuk teman-teman Mama”.
“Via ingin seperti Mama”.
“Via ingin seperti Mama”.
“Mama harus bangun ma. Mama Via ingin bertanya mengapa di luaran sana Via tak pernah temukan keiklasan seperti iklas Mama kepada Via. Mama kenapa tidak menjawab. via lelah ma, via ingin berbaring dipangkuan mama. Mengadu tentang hari-hari lelah via. Tentang betapa kerasnya dunia terhadap via. Mamaa..!!!!!
Suasana hening. Papa Via larut dalam perasaan sedihnya. Via terus terisak dan menyesali semua perbuatannya.
***
Ringtone Lagu adele “one and only” mengalun pelan terdengar dari handpone Via. Membuat Via tersadar dari lamunan nya tentang peristiwa 6 tahun yang lalu. Peristiwa yang sangat memilukan baginya.  Hari ia dipisahkan dari ibunya. Hari  ia tak mendengar nasehat-nasehat lagi. Tak ada omelan. Tak ada tempat mengadu. Tak ada yang mengingatkannya untuk tidur, bangun dan mandi. Hari yang membuatnya sadar betapa pentingnya seorang Mama.
“Mama, andai Via menuruti perintah Mama hari itu untuk membawa bekal. Via tidak tahu itu adalah bekal terakhir yang Mama persiapkan untuk Via, hari terakhir Mama membangunkan Via, Via rindu Mama”.
            “Hari ini Via ingin memberi tahu Mama, bahwa Via telah tumbuh dewasa Ma, menjadi seperti Mama, Via telah menjadi seorang sarjana pendidikan Ma. sebentar lagi Via menikah dengan seorang laki-laki pilihan Via. Ia seorang dokter, Mama senangkan memiliki calon menantu seorang dokter?”. Semilir angin membelai rambut Via. Ia menyeka air matanya.
Matahari perlahan-lahan pulang keperaduanya. Senja mengiringi langkah lelah Via melewati hari-hari. Menenggelamkan semua kenangan tentang Via dan Mamanya.


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 comments:

Post a Comment